Kemacetan kerap menjadi keluhan bagi pengendara umum tidak terkecuali bagi sopir angkot. Desakan ekonomi dan tuntutan setoran membuat para sopir angkot harus berjuang ditengah kepadatan arus lalulintas yang terkadang membuatnya stres.
Menurut Tri, 31, sopir angkot M14 Jurusan Cilincing-Tanjung Priok macet merupakan hal yang biasa mengemudi di wilayah Jakarta namun tetap saja merugikan. Katanya, seperti Jalan Raya Cilincing setiap hari dirinya mengalami macet terutama bila konteiner keluar.
"Tentu saja kemacetan mengurangi pendapatan kami. Bahkan kami pernah mengalami hanya mendapatkan uang Rp 4.000 dari mulai keluar Cilincing sampai Terminal Tanjung Priok. Padahal seharusnya rata-rata kami peroleh Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu untuk sekali jalan," ujar Tri, ngenes kepada jakartautara.com, Senin (20/2/2012).
Bapak satu anak, warga Cilincing itu, mengaku stres karena dalam satu hari harus mengumpulkan uang sebesar Rp 190 ribu untuk stor. "Kadang kami harus menombok karena tidak ada pegantinya untuk nombok terpaksa setoran kurang. Kadang-kadang kurang Rp 30 ribu sampai 40 ribu. Kami bayar besoknya itupun kalau ada lebihan setor," ucapnya.
Dikatakan pria berseragam biru telor asin itu, setiap hari ia bersama seorang rekannya mulai menarik angkot mulai pukul 05.30 hingga pukul 22.00 WIB.
"Kalau hasil lebih dari setoran tidak seberapa, hanya pas-pasan untuk makan. Tetapi kalau kekurangan sering kali apalagi kalau sudah terjebak macet, mau apalagi cuma bisa pasrah. Ada penumpang atau tidak kami harus jalan dan tidak mungkin mengambil penumpang diluar jalur trayek kami," akunya yang baru 2 tahun menjadi sopir angkot di Jakarta, sebelumnya sopir di Bogor.
Ia berharap kemacetan dapat segera teratasi dan berharap pembangunan tol khusus konteiner segera selesai. "Untuk saat ini yang kami harapkan konteiner keluar dibatasi atau diatur jam keluarnya antara jam 21.00 hingga jam 05.00 WIB. Dengan cara seperti ini menurut kami kemacetan di Jalan Raya Cilincing dan Jalan Yos Sudarso dapat terurai," imbuhnya. (min)