TANJUNG PRIOK- Terimbas Pembatasan BBM solar bersubsidi sebesar 20 persen ternyata juga dikenakan terhadap nelayan. Nantinya, pasokan terhadap 2 Stasisun Pengisian Diesel Nelayan (SPDN) dan 7 Stasiun Pengisian Bahan Baka (SPBB) yang tersebar di 3 lokasi se-Jakarta Utara akan di kurangi.Seperti di SPDN Cilincing, dari sebelumnya berjatah 288 Kiloliter setiap bulan akan dikurangi sebanyak 20 persen atau setara dengan sekitar 259,2 Kiloliter.
Tentunya hal tersebut akan berdampak terhadap sekitar 24 ribu nelayan yang ada di sentra nelayan Muara Baru, Muara Angke, Kamal Muara, Kali Adem, Kalibaru, Cilincing dan Marunda dengan total armada sebanyak 3826 kapal.Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DPD DKI Jakarta, Yan Winata Sasmita, mengatakan selama ini pasokan BBM Solar terhadap nelayan masih dikeluhkan kurang. Apalagi dengan adanya pembatasan, tentu di kahwatirkan akan menyebabkan gejolak di kalangan nelayan."Selama ini saja sudah kurang, di daerah lain sudah bergejolak, nelayan ricuh saling berebut mengisi BBM.
Ini kita sedang rapatkan bagaimana menyikapi pengurangan kuota ini," keluhnya.Kepala Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, Sri Haryati, mengatakan berdasar rapat yang dilakukan pihak bersama pertamina, pengurangan kuota BBM solar bersubsidi akan dikenakan juga terhadap nelayan. Sehingga kuota di sejumlah SPDN dan SPBB yang selama ini diperuntukkan bagi nelayan akan dikurangi."Berdasar surat yang masuk ke kita, ketentuannya berlaku sejak 4 Agustus lalu. Namun sosialisasi ke kita baru kemarin oleh Pertamina," ujarnya,
Jum'at (8/8).Menurut Sri, di Jakarta Utara sendiri ada sebanyak 6.628 nelayan ber-KTP DKI Jakarta dan 17.760 nelayan lain tidak memiliki KTP setempat. Dari jumlah tersebut, di perkirakannya dampak akan lebih dirasakan nelayan di wilayah Kecamatan Penjaringan, sebanyak 18.656 orang. Minimnya dampak yang dirasa nelayan di wilayah Kecamatan Cilincing, sebab selama ini pasokan di SPDN Cilincing juga dikonsumsi oleh sekitar 54 kapal trowl yang beroperasi. Sedangkan dengan adanya pelarangan yang dilakukan menyebabkan pengguna solar menjadi berkurang."Sebagai solusi kita akan ajukan konversi teknologi ke Kementrian Kelautan. Sehingga kapal-kapal nelayan disubsidi dan beralih dari mesin solar jadi menggunakan liquefied petroleum gas (LPG)," ujarnya.
Teknologi itu memungkin mesin kapal menggunakan gas dalam tabung LPG menjadi bahan bakar. Dan sejak akhir 2013 lalu, teknologi itu sudah di uji cobakan ke 5 nelayan di Jakut. Selama ini, dari pengamatan yang dilakukan antara saat menggunakan mesin BBM solar dan LPG dinilai sebanding."Sebelumnya menggunakan CNG namun tidak berhasil. Karena kita nilai cukup sukses, teknologi LPG akan kita usulkan sebagai solusi konversi dan nelayan diberi bantuan teknologi serupa," tandasnya.