Kelurahan Kamal Muara adalah salah satu dari lima kelurahan di wilayah Kecamatan Penjaringan Walikota Administrasi Jakarta Utara dengan luas wilayah 1.053 Ha.
Kelurahan Kamal Muara terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor D.1-A/1/1/1 Tahun 1974 dan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1251 Tahun 1986 tentang pemecahan, penyatuan, penetapan batas, perubahan nama di DKI Jakarta dan penegasan Bapak Walikota Administrasi Jakarta Utara bahwa mengenai batas Kelurahan Kamal Muara sebagai berikut.
Sebelah Utara Pantai Laut Jawa, sebelah timur Kali Cengkareng Drain, sebelah selatan Jalan Raya Kapuk Kamal/Irigasi Kali Rawa Melati dan sebelah barat Desa Dadap Provinsi Banten.
Menurut Lurah Kamal Muara Tambah Suhadi, secara geografis Kelurahan Kamal Muara terdiri dari 4 RW dan 30 RT yang sebelumnya merupakan daerah persawahan/rawa-rawa yang terus mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat yang sampai saat ini merupakan wilayah perumahan, pergudangan, industri, pusat bisnis dan pusat sarana hiburan lainnya.
Sedangkan kondisi demografis Kelurahan Kamal Muara dihuni oleh mayoritas penduduk pribumi, antara lain; betawi , bugis, Jawa, sunda dan etnis tionghoa dengan jumlah penduduk sekitar 6.756 jiwa dan 1.427 KK.
Permasalahan saat ini Kelurahan Kamal Muara belum mendapatkan jaringan air bersih (PAM), warga masyarakat sangat mendambakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari dan mohon segera dibuatkan jalur pipa PAM oleh PAM Jaya/Palyja.
Selain itu belum adanya dam untuk menahan air laut pasang disepanjang pantai kamal lingkungan RW 04 karena pada waktu air laut pasang rumah warga sering terendam air mencapai 50 cm, untuk mengatasi dan penanggulangan akibat air pasang laut mohon segera dibuatkan dam tersebut.
Meski kenyataannya saat ini pemerintah belum membangun dam dan terpaksa masyarakat bersama dermawan membangun sendiri tanggul untuk penahanair pasang yang cenderung mengakibatkan bencana rob.
Kamal Muara yang terletak di sebelah ujung barat Kotamadya Jakarta Utara dulunya dikenal sebagai kawasan kumuh. Bahkan nama Kamal itu sendiri sering dipelesetan sebagai Kumel, dekil, lecek alias kumuh.
Dalam perkembangannya, Kamal Muara yang merupakan salah satu kelurahan di Jakarta Utara kini layak disebut sebuah kota. Selain jumlah penduduknya semakin padat, derap langkah pembangunannya pun semakin nyata. Seperti hadinya kawasan pemukiman mewah Bolevard Elang Laut dan Waterbum termegah di Asia Tenggaran justru berada di Kamal Muara. Belum lagi hadirnya stadion Kamal semakin menambah semarak Kamal Muara sebagai obyek wisata yang belakangan memang sudah menjadi incara para turis.
Padahal dulu di tahun 1970- reporter jakarta-utara.com dan masyarakat lainnya yang ingin berkunjung ke Kamal Muara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Banten itu sangatlah sulit. Selain jalannya masih bebatuan sehingga tidak banyak kendaraan yang bisa kesana, juga kawasan itu masih sepi. Bahkan sering dijuluki Kamal Muara sebagai tempat jin buang anak.
Seingat reporter jakarta-utara.com hanya ada satu kendaraan yaitu jenis mini bus yang diberi nama Robur beberapa jam sekali melayani penumpang yang hendak memasuki kawasan Kamal Muara. Untuk tiba di Kamal Muara yang sebelah utaranya berbatasan dengan Laut Jawa itu memakan waktu berjam-jam. Barangkali lebih cepat sekarang jalan dari Tanjung Priok ke Puncak dibandingkan ke Kamal Muara tempoe doeloe.
Derap langkah pembungan di Kamal Muara demikian pesat. Kini puluhan bahkan ratusan kendaraan kecil, sedang sampai kepada truk trailer setiap harinya hilir mudik di Kamal Muara sehingga menjadikan kawasan itu kini ramai. Kemacetan sekarang sudah menjadi bagian rutin denyut napas kehidupan di Kamal Muara.
Seiring berbagi kemajun yang telah diraih Kelurahan Kamal Muara, sumber daya manusia (SDM) pun kini semakin baik. Kalau dulu sulit mencari penduduk yang lulus SLTA. Kini mereka yang lulus perguruan tinggipun sudah banyak di kampung yang dulunya dikenal sebagai kampung kumel tersebut.
Sebagai kawasan pantai, kehidupan masyarakat Kamal Muara memang tidak bisa dilepaskan dengan laut. Mayoritas penduduknya sebagai nelayan tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan mencari ikan. Setiap menjelang pagi bursa ikan dan sejenisnya ramai diperdagangkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang ada di pantai Kamal Muara.
Selain sebagai nelayan, banyak juga yang sambilan mengantar para turis berlayar ke Kepulauan Seribu. Bisnis antar jemput turis ke Kepulauan Seribu dewasa ini menjadi usaha yang menggiurkan masyarakat nelayan Kamal Muara.
Selain itu munculnya banyak pabrik di kawasan itu memberikan lapangan pekerjaan tersendiri bagi anak-anak nelayan. Mereka yang tumbuh dewasa kini banyak bekerja sebagai buruh pabrik dan diantaranya ada yang menjadi manager ataupun pengawas di pabrik-pabrik tersebut.
Laju pembangunan di Kamal Muara ternyata berdampak dengan munculnya masalah batas wilayah yang memisahkan Jakarta Utara dengan Provinsi Banten. Sekarang ini sulit menentukan mana batas wilayah Jakut dengan Banten karena belasan tapal batas yang dulu ada sudah hilang, ungkap Sumarno sekretaris Kelurahan Kamal Muara kepada jakarta-utara.com
Untuk itu, ia mengharap agar dibuatkan tapal batas yang jelas entah berupa saluran atau kali sehingga memudahkan dalam menentukan batas wilayah. Karena masalah batas wilayah bisa menimbulkan banyak masalah. Untuk saat ini masih sebatas masalah tanah, ungkap Sumarno seraya menjelaskan batas wilayah itu hilang sejak tahun 1990-an. Diharapkan pembangunan yang telah diraih wilayah Kamal Muara tetap terus berlanjut menuju Jakarta Utara sebagai kota pantai modern. Berbagai permasalahan yang muncul. termasuk masalah tapal batas dengan provonsi Baten yang telah hilang, dapat segera diselesaikan. (Hadi Riawan)
Sebelah Utara Pantai Laut Jawa, sebelah timur Kali Cengkareng Drain, sebelah selatan Jalan Raya Kapuk Kamal/Irigasi Kali Rawa Melati dan sebelah barat Desa Dadap Provinsi Banten.
Menurut Lurah Kamal Muara Tambah Suhadi, secara geografis Kelurahan Kamal Muara terdiri dari 4 RW dan 30 RT yang sebelumnya merupakan daerah persawahan/rawa-rawa yang terus mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat yang sampai saat ini merupakan wilayah perumahan, pergudangan, industri, pusat bisnis dan pusat sarana hiburan lainnya.
Sedangkan kondisi demografis Kelurahan Kamal Muara dihuni oleh mayoritas penduduk pribumi, antara lain; betawi , bugis, Jawa, sunda dan etnis tionghoa dengan jumlah penduduk sekitar 6.756 jiwa dan 1.427 KK.
Permasalahan saat ini Kelurahan Kamal Muara belum mendapatkan jaringan air bersih (PAM), warga masyarakat sangat mendambakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari dan mohon segera dibuatkan jalur pipa PAM oleh PAM Jaya/Palyja.
Selain itu belum adanya dam untuk menahan air laut pasang disepanjang pantai kamal lingkungan RW 04 karena pada waktu air laut pasang rumah warga sering terendam air mencapai 50 cm, untuk mengatasi dan penanggulangan akibat air pasang laut mohon segera dibuatkan dam tersebut.
Meski kenyataannya saat ini pemerintah belum membangun dam dan terpaksa masyarakat bersama dermawan membangun sendiri tanggul untuk penahanair pasang yang cenderung mengakibatkan bencana rob.
Kamal Muara yang terletak di sebelah ujung barat Kotamadya Jakarta Utara dulunya dikenal sebagai kawasan kumuh. Bahkan nama Kamal itu sendiri sering dipelesetan sebagai Kumel, dekil, lecek alias kumuh.
Dalam perkembangannya, Kamal Muara yang merupakan salah satu kelurahan di Jakarta Utara kini layak disebut sebuah kota. Selain jumlah penduduknya semakin padat, derap langkah pembangunannya pun semakin nyata. Seperti hadinya kawasan pemukiman mewah Bolevard Elang Laut dan Waterbum termegah di Asia Tenggaran justru berada di Kamal Muara. Belum lagi hadirnya stadion Kamal semakin menambah semarak Kamal Muara sebagai obyek wisata yang belakangan memang sudah menjadi incara para turis.
Padahal dulu di tahun 1970- reporter jakarta-utara.com dan masyarakat lainnya yang ingin berkunjung ke Kamal Muara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Banten itu sangatlah sulit. Selain jalannya masih bebatuan sehingga tidak banyak kendaraan yang bisa kesana, juga kawasan itu masih sepi. Bahkan sering dijuluki Kamal Muara sebagai tempat jin buang anak.
Seingat reporter jakarta-utara.com hanya ada satu kendaraan yaitu jenis mini bus yang diberi nama Robur beberapa jam sekali melayani penumpang yang hendak memasuki kawasan Kamal Muara. Untuk tiba di Kamal Muara yang sebelah utaranya berbatasan dengan Laut Jawa itu memakan waktu berjam-jam. Barangkali lebih cepat sekarang jalan dari Tanjung Priok ke Puncak dibandingkan ke Kamal Muara tempoe doeloe.
Derap langkah pembungan di Kamal Muara demikian pesat. Kini puluhan bahkan ratusan kendaraan kecil, sedang sampai kepada truk trailer setiap harinya hilir mudik di Kamal Muara sehingga menjadikan kawasan itu kini ramai. Kemacetan sekarang sudah menjadi bagian rutin denyut napas kehidupan di Kamal Muara.
Seiring berbagi kemajun yang telah diraih Kelurahan Kamal Muara, sumber daya manusia (SDM) pun kini semakin baik. Kalau dulu sulit mencari penduduk yang lulus SLTA. Kini mereka yang lulus perguruan tinggipun sudah banyak di kampung yang dulunya dikenal sebagai kampung kumel tersebut.
Sebagai kawasan pantai, kehidupan masyarakat Kamal Muara memang tidak bisa dilepaskan dengan laut. Mayoritas penduduknya sebagai nelayan tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan mencari ikan. Setiap menjelang pagi bursa ikan dan sejenisnya ramai diperdagangkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang ada di pantai Kamal Muara.
Selain sebagai nelayan, banyak juga yang sambilan mengantar para turis berlayar ke Kepulauan Seribu. Bisnis antar jemput turis ke Kepulauan Seribu dewasa ini menjadi usaha yang menggiurkan masyarakat nelayan Kamal Muara.
Selain itu munculnya banyak pabrik di kawasan itu memberikan lapangan pekerjaan tersendiri bagi anak-anak nelayan. Mereka yang tumbuh dewasa kini banyak bekerja sebagai buruh pabrik dan diantaranya ada yang menjadi manager ataupun pengawas di pabrik-pabrik tersebut.
Laju pembangunan di Kamal Muara ternyata berdampak dengan munculnya masalah batas wilayah yang memisahkan Jakarta Utara dengan Provinsi Banten. Sekarang ini sulit menentukan mana batas wilayah Jakut dengan Banten karena belasan tapal batas yang dulu ada sudah hilang, ungkap Sumarno sekretaris Kelurahan Kamal Muara kepada jakarta-utara.com
Untuk itu, ia mengharap agar dibuatkan tapal batas yang jelas entah berupa saluran atau kali sehingga memudahkan dalam menentukan batas wilayah. Karena masalah batas wilayah bisa menimbulkan banyak masalah. Untuk saat ini masih sebatas masalah tanah, ungkap Sumarno seraya menjelaskan batas wilayah itu hilang sejak tahun 1990-an. Diharapkan pembangunan yang telah diraih wilayah Kamal Muara tetap terus berlanjut menuju Jakarta Utara sebagai kota pantai modern. Berbagai permasalahan yang muncul. termasuk masalah tapal batas dengan provonsi Baten yang telah hilang, dapat segera diselesaikan. (Hadi Riawan)
Berita Media Online Jakarta Utara dari hal : http://www.jakartautara.com/article.php?storyid=7018