Cuaca buruk yang melanda ibukota Jakarta dalam beberapa bulan terakhir,
membuat puluhan ribuan nelayan di Jakarta Utara memilih tidak melaut.
Pasalnya, kondisi tersebut berdampak dengan menurunnya hasil tangkapan
nelayan. Alhasil, untuk sementara nelayan tersebut kehilangan mata
pencahariannya, sehingga mereka terpaksa bekerja serabutan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.Kirno 22) salah satu nelayan di Perkampungan
Nelayan Cilincing mengatakan sejak 10 hari yang lalu ratusan nelayan
sudah tidak ada yang berani melaut lagi lantaran adanya cuaca buruk dan
angin baratan yang melanda Jakarta Utara. "Sudah sebulan lalu cuaca
tidak bersahabat. Bahkan, Jumat (4/1) kemarin ada satu nelayan ada yang
tewas digulung ombak. Makanya sekarang nelayan kapal kecil tidak berani
melaut karena cuaca buruk dan angin baratan," ujar Kirno, Selasa (8/1).
Untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya, lanjut Kirno, dirinya terpaksa
beralih profesi sebagai penjual ikan di tempat pelelangan ikan di
Cilincing dengan penghasilan Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu perharinya.
Bahkan, sejumlah nelayan lainnya ada yang mengutang demi menutupi
kebutuhan hidupnya. "Karena cuaca tidak bersahabat, nelayan banyak yang
benerin jaring, dan benerin kapal. Tapi, ada juga yang bekerja serabutan
mengepak ikan, jual beli ikan. Bahkan, ada yang menganggur dan pulang
ke kampung halamannya di Tegal, Brebes, dan Indramayu. Nelayan kalau
nggak melaut, pasti nggak bisa makan. Makanya, sekarang kalau nggak bisa
melaut saya menjual ikan untuk menyambung hidup," katanya.
Meski begitu, menurut Kirno, tak seluruh nelayan di Cilincing yang tidak berani melaut. Pasalnya, nelayan yang memiliki kapal besar berani melaut. Namun, sejak masuknya cuaca buruk, nelayan hanya bisa berhasil menangkap ikan sebanyak 2 kwintal. Padahal, sebelumnya bisa mencapai 1 ton di saat cuaca tengah bagus. "Sebelumnya kalau cuacanya bagus, penghasilan nelayan bisa mencapai Rp 1,6 juta sehari. Tapi, sekarang pas cuaca buruk menjadi Rp 500 ribu. Belum lagi dipotong biaya modal perbekalan selama di laut Rp 350 ribu sehari. Biasanya melaut di Pulau Damar dan Pulau Seribu. Ya, harapannya pemerintah bisa memperhatikan nasib nelayan. Apalagi, cuaca buruk ini," harapnya.
Meski begitu, menurut Kirno, tak seluruh nelayan di Cilincing yang tidak berani melaut. Pasalnya, nelayan yang memiliki kapal besar berani melaut. Namun, sejak masuknya cuaca buruk, nelayan hanya bisa berhasil menangkap ikan sebanyak 2 kwintal. Padahal, sebelumnya bisa mencapai 1 ton di saat cuaca tengah bagus. "Sebelumnya kalau cuacanya bagus, penghasilan nelayan bisa mencapai Rp 1,6 juta sehari. Tapi, sekarang pas cuaca buruk menjadi Rp 500 ribu. Belum lagi dipotong biaya modal perbekalan selama di laut Rp 350 ribu sehari. Biasanya melaut di Pulau Damar dan Pulau Seribu. Ya, harapannya pemerintah bisa memperhatikan nasib nelayan. Apalagi, cuaca buruk ini," harapnya.
Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DKI Jakarta, Yan
Winatasasmita mengatakan sejak bulan Desember tahun lalu atau mulai
masuknya musim baratan ini, sangat berdampak khususnya nelayan yang
menggunakan kapal kecil berukuran dibawah 10 gros ton (GT) tidak bisa
melaut. Sedangkan, kapal diatas 20 GT masih bisa melaut. "Di Jakarta
Utara ada 120 ribu nelayan. Tapi, 30 persennya (36 ribu nelayan) yang
bisa melaut. Sedangkan, sisanya 70 persen (84 ribu) nelayan tidak bisa
melaut karena cuaca tidak bersahabat dan angin kencang. Ada 3.500 kapal,
tapi hanya ratusan yang bisa melaut. Hampir semua nelayan di Cilincing,
Muaraangke, Kalibaru, kecuali di Muara Baru yang banyak menggunakan
kapal besar," tuturnya.
Menurutnya, kondisi nelayan saat ini memprihatinkan karena tidak menghasilkan apa-apa. Terlebih, cuaca buruk ini diprediksikan terjadi dari bulan Desember hingga Maret 2013 mendatang. "Saat ini nelayan lebih memilih memperbaiki jaring, perahu, maupun peralatan perahu lainnya, dan pulang kampung. Karena musim baratan, hasil tangkapan laut menurun, hingga 50 persen. Ikan banyak yang kabur kena gelombang," ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kasudin Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara Sri Wahyuni menuturkan sejak November tahun lalu pihaknya telah memberikan bantuan pemberdayaan usaha minat pedesaan (PUMP) bagi 5 kelompok nelayan di Marunda masing-masing Rp 100 juta untuk sarana produksi untuk jaring, perbaikan kapal, dan mesin. Sedangkan, diwilayah lainnya dilakukan secara bertahap. "Dari tahun 2011 hingga sekarang, kami bertahap memberikan bantuan itu dan kita alokasikan dari anggaran pusat kementrian kelautan dan perikanan (KPP) kepada kelompok nelayan yang benar di Cilincing, Kamalmuara atau Marunda. Disarankan pada musim ini nelayan bisa mempunyai tabungan agar bisa memenuhi kebutuhannya," jelasnya.
Menurutnya, kondisi nelayan saat ini memprihatinkan karena tidak menghasilkan apa-apa. Terlebih, cuaca buruk ini diprediksikan terjadi dari bulan Desember hingga Maret 2013 mendatang. "Saat ini nelayan lebih memilih memperbaiki jaring, perahu, maupun peralatan perahu lainnya, dan pulang kampung. Karena musim baratan, hasil tangkapan laut menurun, hingga 50 persen. Ikan banyak yang kabur kena gelombang," ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kasudin Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara Sri Wahyuni menuturkan sejak November tahun lalu pihaknya telah memberikan bantuan pemberdayaan usaha minat pedesaan (PUMP) bagi 5 kelompok nelayan di Marunda masing-masing Rp 100 juta untuk sarana produksi untuk jaring, perbaikan kapal, dan mesin. Sedangkan, diwilayah lainnya dilakukan secara bertahap. "Dari tahun 2011 hingga sekarang, kami bertahap memberikan bantuan itu dan kita alokasikan dari anggaran pusat kementrian kelautan dan perikanan (KPP) kepada kelompok nelayan yang benar di Cilincing, Kamalmuara atau Marunda. Disarankan pada musim ini nelayan bisa mempunyai tabungan agar bisa memenuhi kebutuhannya," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Subbidang Informasi Meterologi Publik Badan
Meterologi, Klimatologi, dan Geofisikan (BMKG) Hari Tirtojatmiko
menjelaskan kondisi cuaca di pantai Utara Jakarta saat ini masih relatif
kondusif, yaitu tinggi gelombang pada kisaran 0,3 meter hingga 15
meter. Sedangkan, angin berhembus dengan kecepatan 5-25 kilometer perjam
dan juga terpantau kondusif. Kondisi tersebut diprediksikan hingga satu
pekan ke depan. "Meskipun bulan Januari dan Februari diprediksikan
puncak terjadinya hujan, tapi tidak sepanjang hari turun hujan.
Misalnya, kondisi hari ini hujan dan besok tidak hujan. Yang membedakan
distribusinya curah hujan hariannya saja," tandasnya. (Tim/jh/Drs)