Pejagalan - Kelurahan Pejagalan yang berada di salah satu kelurahan di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dewasa ini sudah berangkat maju. Masyarakat Kelurahan Pejagalan yang mayoritas keturunan itu bisa mengubah citra buruk nama pejagalan yang sering diidentikan sebagai tempat pembantaian kini sebagai kawasan yang aman dan tertib. Bahkan di Kali yang membatasi wilayah Kelurahan Pejagalan dengan Kelurahan Kapuk Muara sedang diprogramkan sebagai kawasan unggulan transportasi laut.
“Ini sungguh beda dengan saat Pejagalan disebut kawasan pengujian yang sungguh mengerikan,” ungkap Uca Aryusa (68) sesepuh Pejagalan kepada reporter jakartautara.com dirumahnya kemarin.
Kalau ada yang mengartikan Pejagalan sebagai tempat penyembelihan hewan memang ada benarnya. Sebab dulunya di Pejagalan memang ada pemotongan hewan tepatnya di Bandengan. Namun konon cerita orang-orang tua dulu kata Djamit (60) juga sesepuh Pejagalan kepada jakartautara.com, mengaku sebelum disebut Pejagalan, tadinya kawasan itu diberi nama jagal yang dalam kamus bahasa berarti pembantaian, pemotongan (leher) dan pembunuhan. Namun lama kelamaan diberi imbuhan pe dan an yang hingga kini menjadi Pejagalan.
Kalau ada yang mengartikan Pejagalan sebagai tempat penyembelihan hewan memang ada benarnya. Sebab dulunya di Pejagalan memang ada pemotongan hewan tepatnya di Bandengan. Namun konon cerita orang-orang tua dulu kata Djamit (60) juga sesepuh Pejagalan kepada jakartautara.com, mengaku sebelum disebut Pejagalan, tadinya kawasan itu diberi nama jagal yang dalam kamus bahasa berarti pembantaian, pemotongan (leher) dan pembunuhan. Namun lama kelamaan diberi imbuhan pe dan an yang hingga kini menjadi Pejagalan.
Kedua tokoh Pejagalan itu sendiri membenarkan kalau kawasan Pejagalan sekarang lebih angker dari namanya. Kalau dulu di Pejagalan dikenal dengan nama kawasan Teluk Gong. Dan hampir semua orang yang mengenal daerah Teluk Gong (sekarang pejagalan red) akan merinding bola kuduknya bila melintasi kawasan itu tempoe doeloe. Karena ada cerita yang sangat menakutkan sehingga dikawasan itu disebut daerah pengujian.
Ceritanya begini, kata Uca, setiap orang yang melintasi atau main ke Teluk Gong dipastikan akan menderita sakit seperti demam dan lain-lain. Konon, dulunya sebelum tahun 1960-an di Pejagalan hanya berupa rawa dan kuburan. Kuburan itu yang terkenal disebut kuburan Kampung Gusti. Konon disana ada beberapa keturuan Bugis yang menetap disana dan memiliki kesaktian yang luar biasa. Di kawasan itu pun ada orang sakti yang sering menguji mereka yang melintasi kawasan tersebut. Diantaranya dengan kesaktiannya orang yang melintas akan bertemu macan tutul atau makhluk jejadian lainnya sehingga sekembalinya dari Teluk Gong akan menderita sakit. ”Setiap orang lewat Teluk Gong pulang ke rumahnya akan sakit. Karena itulah disebut daerah pengujian,” ungkap Uca yang menetap di kawasan itu sejak tahun 1960 pada masa Gubernur Sumarno dan presidennya masih Bung Karno.
Ikwal nama Teluk Gong, ungkap Uca yang kini menjabat RW 12 di Pejagalan, konon dulunya setiap hari jumat sekitar pukul 12.00 WIB terdengar suara gong. Bunyi gong yang didengar hamper ke pelosok kampong di Teluk Gong itu tidak diketahui wujud gongnya.”Gong itu tidak kelihatan mata manusia, hanya ada suara yang terdengar beberapa menit lalu menghilang,” ungkap Uca seraya menjelaskan kawasan Teluk Gong ketika itu dekat laut sehingga disebut teluk. Karena dekat teluk dan sering terdengar gong maka disebut Teluk Gong.
Kantor Kelurahan Pejagalan sendiri tadinya berada di wilayah Jalan Pengukiran Asemka Kota, Jakarta Barat. Namun dalam perkembangannya kantor kelurahan Pejagalan berpindah sedikitnya empat kali. Ketika masih di Jalan Pengukiran lurah pertamanya berbnama Arsali (alm) dan kini pindah di Jalan Boncel dengan lurah terakhir Mat Nasir. Sebelum pindah ke Jalan Boncel, kantor Kelurahan Pejagalan juga sempat di Jalan Bandengan Terusan dan di Jalan Teluk Gong Raya.
“Pada tahun 1960-an saat saya pertama datang kesini di Teluk Gong jalan raya yang diaspal belum ada, masih berupa tanah dan jumlah RW pun baru tiga,” ungkap Uca mengenang masa lalunya tentang Pejagalan yang kini sudah berkembang memiliki 18 RW dengan 232 RT. Ia juga mengakui pernah diuji saat pertama melangkahkan kaki di Teluk Gong. Ketika itu melintasi di dekat kuburan melihat ada orang menggotong mayit setelah didekati ternyata menghilang.”Dari orang-orang tua dulu saya mendapat tahu kalau yang saya lihat yang digotong itu bukan mayit tetapi harta karun,” ungkap Uca yang di tengah masyarakat kini mendapat julukan Lurah Teluk Gong karena sesepuh di kawasan tesebut. Julukan lurah Teluk Gong itu dimulai pada tahun 1980 ketika Lurah Pejagalan dijabat Kustiyar. Karena tahu benar tentang sejarah Pejagalan oleh lurah Kustiyar ia dijuluki lurah Teluk Gong tanpa SK.”Sampai sekarang orang menjuluki saya lurah Teluk Gong,” ungkap Uca lagi.
Memang ia tak bisa memungkiri kalau dulunya Teluk Gong rawan kejahatan. Bahkan ada yang menyebutkan tempat jagal orang.”Meski saya belum bisa memastikan demikian hanya kata orang saja,” jelas Uca yang mengakui sempat juga memergoki munculnya macan tutul ketika masih ada kuburan Kampung Gusti. Jamit, sesepuh Pejagalan juga membenarkan tahun 1960-an ia yang baru tinggal di Setia Budi Pejagalan sangat takut keluar rumah.”Jam enam sore saja keadaannya sudah sepi dan menakutkan, banyak rampok dan begal,” ungkap Jamit tidak membantah kalau ada yang memplesetkan orang orang yang mencari ikan di Penjaringan sering dijagal di daerah Pejagalan.
Namun sejalan dengan munculnya perumahan dan pertokoan serta hilangnya kuburan Kampung Gusti, kawasan Pejagalan relative aman. Sebagaimana dikatakan Lurah Pejagalan Matnasir kepada Jakartautara.com di Pejagalan sekarang ini masyarakatnya aman.”Meski terdiri dari banyak suku tapi keamanan dan ketertiban sangat membanggakan disini,” jelas Lurah. Hal ini dibenarkan Uca yang sampai kini menjabat Ketua RW 12 di Pejagalan menyatakan dirinya pernah meraih juara lomba desa, lomba kebersihan, taman, olahraga dan lain-lain.”Pernah setahun saya dapat 41 piala lomba,” ungkap Uca memastikan Pejagalan sekarang sudah berubah dibandingkan dulu. Pejagalan kini lebih aman dan tertib. Tidak ada lagi makhluk jejadian yang mengerikan sebagaimana munculnya istilah pengujian bagi pendatang ke tempat itu tempoe doeloe. (rep Hadi Riawan)
Berita Media Online Jakarta Utara dari hal : http://www.jakartautara.com/article.php?storyid=1093