Maraknya angkutan tak resmi seperti yang dikenal dengan sebutan
omprengan membuat resah para sopir angkutan di Jakarta Utara. Pasalnya,
omprengan tersebut beroperasi di trayek-trayek resmi para sopir angkutan
yang mengakibatkan pendapatan mereka menurun.
Menanggapi hal ini, Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara Bunyamin Bukit menyatakan akan menertibkan omprengan tersebut.
"Nanti akan kita tertibkan kalau memang ada. Kita taruh anggota supaya tidak ngetem lagi dan bisa kita tilang," kata Bunyamin, saat dihubungi wartawan, Kamis (22/11/2012).
Pihaknya berjanji akan menindak tegas apabila omprengan-omprengan tersebut tetap beroperasi. Sebab, hal tersebut sudah melanggar ketentuan dan tidak dibenarkan angkutan di luar trayek resmi untuk beroperasi dan mengangkut penumpang.
"Kalau ditilang masih beroperasi bisa kita kandangkan. Kan mereka ilegal, kalau mereka membandel kita kandangan ke Tanah Merdeka bila perlu," ujar Bunyamin.
Menurutnya, omprengan yang beroperasi tidak sesuai ketentuan itu biasanya ada pada malam hari, di saat angkutan reguler (umum) yang bertrayek resmi sudah tidak beroperasi lagi. Untuk menindaknya, saat ini pihaknya mengaku masih memiliki keterbatasan personel. Jumlah anggota yang ada hanya sekitar 65 anggota saja.
"Kita kan terbatas tenaganya. Anggota cuma ada 65 orang di titik-titik setiap persimpangan. Jadi memang masih terbatas SDM-nya," jelas Bunyamin.
Hasan (45) sopir angkot KWK 03 jurusan Tipar Cakung-Tanjung Priok mengatakan, omprengan yang beroperasi di Jakarta Utara jumlahnya sangat banyak.
"Mereka beroperasi tiap hari, ngambil trayek yang udah ada. Dampaknya ngurangin penumpang kita dong. Mereka ngambil penumpang di trayek yang kita lalui. Justru kita sangat mengeluh, yang seharunya kita angkut ya mereka angkut. Kadang mereka lebih murah biaya ongkosnya, Kalau kitakan tergantung jurusannya (jarak)," cetus Hasan.
Hasan mengaku jumlah omprengan yang ada di Jakarta Utara sudah sangat banyak dan mengkhawatirkan. Mereka biasa beroperasi di daerah pabrik-pabrik atau pusat industri yang tidak bisa dimasuki oleh angkot.
"Pokoknya mereka banyak di KBN (Cakung-Cilincing), otomatis penghasilan kita berkurang dong. Sebelumnya kita dapat Rp 80 ribu jadi Rp 60 ribu. Udah lama itu berjalan, semenjak tahun 1995," ungkap Hasan.
Informasi yang dihimpun KOMPAS.com, daerah-daerah dengan banyak omprengan ada di wilayah Kamal Muara, Penjaringan, Sukapura, dan sepanjang jalur Cakung-Cilincing. Menurut Farid Efendi, Kepala Oprasional KWK se-Jakarta Utara, hal ini pula sering menyebabkan antar sopir KWK dan juga sopir omprengan terlibat selisih paham.
Keberadaan mereka pun meresahkan sebab hampir secara menyeluruh omprengan dikatakannya beroperasi di wilayah Jakarta Utara, pada di pagi hari, sore dan malam hari.
Menanggapi hal ini, Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara Bunyamin Bukit menyatakan akan menertibkan omprengan tersebut.
"Nanti akan kita tertibkan kalau memang ada. Kita taruh anggota supaya tidak ngetem lagi dan bisa kita tilang," kata Bunyamin, saat dihubungi wartawan, Kamis (22/11/2012).
Pihaknya berjanji akan menindak tegas apabila omprengan-omprengan tersebut tetap beroperasi. Sebab, hal tersebut sudah melanggar ketentuan dan tidak dibenarkan angkutan di luar trayek resmi untuk beroperasi dan mengangkut penumpang.
"Kalau ditilang masih beroperasi bisa kita kandangkan. Kan mereka ilegal, kalau mereka membandel kita kandangan ke Tanah Merdeka bila perlu," ujar Bunyamin.
Menurutnya, omprengan yang beroperasi tidak sesuai ketentuan itu biasanya ada pada malam hari, di saat angkutan reguler (umum) yang bertrayek resmi sudah tidak beroperasi lagi. Untuk menindaknya, saat ini pihaknya mengaku masih memiliki keterbatasan personel. Jumlah anggota yang ada hanya sekitar 65 anggota saja.
"Kita kan terbatas tenaganya. Anggota cuma ada 65 orang di titik-titik setiap persimpangan. Jadi memang masih terbatas SDM-nya," jelas Bunyamin.
Hasan (45) sopir angkot KWK 03 jurusan Tipar Cakung-Tanjung Priok mengatakan, omprengan yang beroperasi di Jakarta Utara jumlahnya sangat banyak.
"Mereka beroperasi tiap hari, ngambil trayek yang udah ada. Dampaknya ngurangin penumpang kita dong. Mereka ngambil penumpang di trayek yang kita lalui. Justru kita sangat mengeluh, yang seharunya kita angkut ya mereka angkut. Kadang mereka lebih murah biaya ongkosnya, Kalau kitakan tergantung jurusannya (jarak)," cetus Hasan.
Hasan mengaku jumlah omprengan yang ada di Jakarta Utara sudah sangat banyak dan mengkhawatirkan. Mereka biasa beroperasi di daerah pabrik-pabrik atau pusat industri yang tidak bisa dimasuki oleh angkot.
"Pokoknya mereka banyak di KBN (Cakung-Cilincing), otomatis penghasilan kita berkurang dong. Sebelumnya kita dapat Rp 80 ribu jadi Rp 60 ribu. Udah lama itu berjalan, semenjak tahun 1995," ungkap Hasan.
Informasi yang dihimpun KOMPAS.com, daerah-daerah dengan banyak omprengan ada di wilayah Kamal Muara, Penjaringan, Sukapura, dan sepanjang jalur Cakung-Cilincing. Menurut Farid Efendi, Kepala Oprasional KWK se-Jakarta Utara, hal ini pula sering menyebabkan antar sopir KWK dan juga sopir omprengan terlibat selisih paham.
Keberadaan mereka pun meresahkan sebab hampir secara menyeluruh omprengan dikatakannya beroperasi di wilayah Jakarta Utara, pada di pagi hari, sore dan malam hari.
Sumber : kompas.com